Senin, 30 Januari 2017

BIOKIMIA: PENGARUH pH DAN TEMPERATUR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM AMILASE



LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA



PENGARUH pH DAN TEMPERATUR

TERHADAP AKTIVITAS ENZIM AMILASE



NAMA                                      :  DEWI SYAMSURYA

NIM                                          :  H411 15 021

HARI/TGL. PERCOBAAN   :  KAMIS/ 29 SEPTEMBER 2016

KELOMPOK                          :  III (TIGA)

ASISTEN                                 :  YULIANTI











LABORATORIUM BIOKIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016


BAB I

PENDAHULUAN



1.1   Latar Belakang

            Reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik di dalam tubuh dimungkinkan karena adanya katalis yang disebut enzim. Tubuh manusia melakukan berbagai macam proses biokimia dan setiap proses tersebut menggunakan katalis enzim tertentu. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu subtrat tertentu. Kekhasan inilah ciri suatu enzim yang berbeda dengan katalis lain (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).  

            Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, dan pH. Pada suatu konsentrasi subtrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Reaksi yang menggunakan katalis enzim juga dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah, reaksi kimia berlangsung lambat dan kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungan, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya denaturasi dan akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).

            Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah percobaan pengaruh pH dan temperatur terhadap aktivitas enzim untuk menentukan pH dan temperatur optimum enzim agar dapat bekerja dengan baik.  

1.2  Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1  Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh pH dan temperatur dalam aktivitas enzim amilase pada penguraian pati.
1.2.2 Tujuan Percobaan      
            Tujuan dilakukannya percobaannya ini, yaitu:
1.    Menentukan  pH optimum untuk aktivitas enzim amilase dalam mengkatalis pati menjadi glukosa.
2.    Menentukan temperatur optimum untuk aktivitas enzim amilase dalam mengkatalis pati menjadi glukosa.

1.3  Prinsip Percobaan
1.3.1 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Menentukan keaktifan dari enzim amilase berdasarkan waktu penguraian amilum menjadi glukosa pada berbagai pH dengan penambahan iodin sebagai indikator yang memberi warna biru yang akan berubah menjadi bening.
1.3.2 Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Menentukan keaktifan dari enzim amilase berdasarkan waktu penguraian amilum menjadi glukosa pada berbagai temperatur dengan penambahan iodin sebagai indikator yang memberi warna biru yang akan berubah menjadi bening.

1.4 Manfaat Percobaan   
            Percobaan ini bermanfaat untuk mengetahui pH optimum dan temperatur optimum dari enzim amilase, serta mengetahui pengaruh dari perbedaan pH dan temperatur terhadap aktivitas enzim.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1   Enzim
            Enzim adalah makromolekul yang bekerja sebagai katalis, yaitu agen kimiawi yang mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi oleh reaksi. Jika tidak ada regulasi oleh enzim, lau lintas kimiawi melalui jalur-jalur metabolisme akan terhambat karena reaksi kimia akan berlangsung lama (Campbell, dkk., 2010).
            Enzim berikatan dengan substrat dan mengarahkannya dengan tepat untuk bereaksi. Enzim kemudian berpartipsipasi dalam membentuk dan menguraikan ikatan yang diperlukan untuk membuat produk, membebaskan produk, dan mengembalikan produk pada keadaan semula setelah reaksi. Enzim mengkatalisis suatu reaksi biokimia spesifik. Enzim hanya bereaksi dengan satu set substrat dan mengubah susbtrat tersebut menjadi produk. Kecepatan, spesifitas, dan kendali pengaturan terhadap reaksi enzim adalah akibat dari urutan (sekuens) asam amino spesifik yang unik membentuk enzim (Marks, dkk., 2000).

1.2   Enzim Amilase
            Enzim amilase adalah kelompok enzim yang dapat menghidrolisis pati. Kelompok enzim amilase salah satunya adalah enzim -amilase (-1,4-glucan glucanohydrolase, EC 3.2.1.1) disebut sebagai endoamilase. Enzim -amilase menghidroisis ikatan -1,4 glukosidik pada amilosa dan amilopektin (tetapi bukan pada maltose hasil hidrolisis) secara random untuk menghasilkan dekstrin dan maltosa, selanjutnya produk tersebut akan dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim glukogenik menjadi glukosa (Gandjar, dkk., 2006).
            Aktivitas enzim amilase menurun ketika nilai pH medium menjadi semakin asam. Semakin asam nilai pH, maka semakin banyak enzim yang dapat mengalami denaturasi. Enzim amilase merupakan enzim ekstraseluler, maka aktivitas enzimatik dipengaruhi oleh nilai pH. Enzim amilase umumnya stabil pada kisaran nilai pH 5,5-7,0. Aktivitas optimum umumnya terjadi pada nilai pH 4,8-6,5. Nilai pH optimum aktivitas enzim berbeda-beda tergantung organisme penghasil enzimnya (Dewi, dkk., 2005).

1.3   Aktivitas Enzim
Enzim mengkatalisis reaksi dengan cara menurunkan penghalang energi aktivasi (EA), memungkinkan molekul-molekul reaktan meyerap cukup energi untuk mencapai kondisi transisi. Enzim tidak mengubah energi bebas (G) untuk suatu reaksi. Enzim tidak dapat mengubah reaksi endorgenik menjadi eksorgenik. Enzim hanya dapat mempercepat reaksi yang memungkinkan sel metabolisme yang dinamis, mengarahkan zat-zat kimia dengan mulus melaui jalur metabolik sel. Selain itu, karena enzim bersifat spesifik bagi reaksi yang dikatalisnya, enzim menentukan proses kimiawi mana yang akan berlangsung dalam sel pada suatu waktu tertentu (Campbell, dkk., 2010).
Enzim dapat mengenali substrat spesifiknya, bahkan senyawa-senyawa yang berikatan dekat, misalnya isomer. Kespesifikan enzim diakibatkan oleh bentuknya yang merupakan konsekuensi dari sekuens asam aminonya. Hanya satu wilayah terbatas dari molekul enzim yang sungguh-sungguh berikatan dengan substrat. Wilayah ini disebut sisi aktif, biasanya merupakan kantong atau lekukan di permukaan protein tempat terjadinya katalisis. Pada sebagian besar reaksi enzimatik, susbtrat ditahan pada situs aktif oleh interaksi lemah, misalnya ikatan hidrogen dan ikatan ionik. Gugus R pada sejumlah kecil asam amino menyusun sisi aktif mengkatalisis pengubahan subtrat menjadi produk dan produk meninggalkan sisi aktif. Enzim kemudian bebas untuk mengambil molekul subtrat lain ke dalam situs aktifnya (Campbell, dkk., 2010).
1.4   Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
            Enzim merupakan katalis untuk proses biokimia yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011, lebih cepat dari reaksi yang tanpa menggunakan katalis. Katalisis terjadi hanya jika enzim dan substrat membentuk suatu kompleks. Laju reaksi tergantung pada jumlah enzim dan substrat yang berhasil membentuk kompleks. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
            Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi subtrat tertentu, semua bagian aktif dari enzim telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh dengan substrat sehingga walaupun diberikan konsentrasi substrat yang besar, jumlah hasil reaksi tidak akan menyebabkan besarnya kecepatan reaksi (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
            Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang umum, seperti pH dan suhu. Setiap enzim bekerja lebih baik pada kondisi optimal. Kondisi optimal akan mendukung bentuk paling aktif dari molekul enzim tersebut. Laju enzimatik akan meningkat bersama dengan peningkatan suhu sampai pada suatu titik tertentu. Setiap enzim memiliki suhu optimal, yaitu suhu saat laju reaksinya paling tinggi. Sebagian besar enzim manusia memiliki suhu optimal berkisar 35 oC-45 oC. Bakteri termofilik yang hidup di air panas memiliki enzim dengan suhu optimal 70 oC (Campbell, dkk., 2010).
            Setiap enzim memilki suatu pH optimal. Nilai pH otpimal bagi sebagian besar enzim berada pada kisaran pH 6-8, seperti enzim tripsin yang terdapat di lingkungan basa pada usus manusia memilki pH optimal 8. Namun ada beberapa pengecualiaan, misalnya pada enzim pencernaan dalam lambung manusia, yaitu enzim pepsin bekerja paling baik pada pH 2 (Campbell, dkk., 2010).
            Banyak enzim yang membutuhkan penolong nonprotein untuk melaksanakan aktivitas katalitik. Tambahan-tambahan ini disebut kofaktor, dapat berikatan erat dengan enzim atau mungkin berikatan longgar. Kofaktor untuk beberapa enzim bersifat anorganik, misalnya logam seng, besi, tembaga, dan dalam bentuk ion. Kofaktor melaksanakan fungsi yang krusial dalam katalisis (Campbell, dkk., 2010).
            Zat-zat kimia tertentu secara selektif menghambat kerja dari enzim spesifik. Jika penghambat (inhibitor) melekat ke enzim melalui ikatan kovalen, penghambatan (inhibisi) yang terjadi biasanya bersifat tidak dapat balik (irreversible). Inhibitor kompetitif, menurunkan produktivitas enzim dengan cara menghalangi subtrat memasuki sisi aktif. Inhibitor nonkompetitif tidak berkompetisi secara langsung dengan substrat untuk berikatan dengan situs aktif enzim. Inhibitor jenis ini mengganggu reaksi anzimatik dengan cara berikatan dengan bagian lain dari enzim. Interaksi ini menyebabkan molekul enzim berubah sehingga sisi aktif menjadi kurang efektif mengkatalisis pengubahan substrat menjadi produk (Campbell, dkk., 2010).

1.5 Saliva
            Saliva berbentuk kental, jernih, dan merupakan cairan yang disekresikan dari glandula parotid, submaksila, sublingual dan kelenjar mukus kecil lainnya pada mulut. Saliva dihasilkan oleh kelenjar liur yang disekresikan kedalam rongga mulut dan disebarkan dari peredaran darah melalui celah antara permukaan gigi dan gusi yang disebut sulkus gingivalis. Kelenjar liur berada di bawah pengaruh sistem saraf otonom yang menerima rangsangan baik simpatik maupun parasimpatik. Rangsangan simpatik pada kelenjar submandibular dan sublingual menyebabkan sekresi liur bersifat kental, sedangkan rangsangan parasimpatik menyebabkan sekresi encer (Amalia, 2013).
1.6  Pati
            Pati adalah senyawa cadangan di dalam tumbuhan. Pati alami terdiri dari dua senyawa yang dapat dipisahkan, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa terdiri dari rantai panjang unit-unit glukosa yang tidak bercabang dan saling berikatan melalui ikatan -(1,4), sedangkan amilopektin terdiri dari rantai glukosa yang bercabang pada ikatan -(1,4) dan -(1,6) (Gandjar, dkk., 2006).
            Ubi kayu Manihot esculenta  dijadikan bahan dasar pada industri makanan seperti sumber utama pembuatan pati. Karakterisasi sifat fisik dan kimia ubi kayu ditentukan olah sifat pati. Kadar pati ubi kayu dipengaruhi oleh umur panen. Semakin lama umur panen ubi kayu, maka semakin tinggi kadar pati ubi kayu yang dihasilkan. Penurunan kadar pati ubi kayu diakibatkan meningkatnya komponen-komponen nonpati seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin. Peningkatan komponen-komponen nonpati tersebut disebabkan terjadinya degradasi komponen nonpati dan penurunan kadar pati (Susilawati, dkk., 2008).
            Menurut Gembong (2013), klasifikasi tanaman ubi kayu Manihot utilissima adalah sebagai berikut:
Regnum     :     Plantae
Diviso        :     Spermatophyta
Subdivisio :     Angiospermae
Classis       :     Dicotyledoneae
Ordo          :     Euphorbiales
Familia      :     Euphorbiaceae
Genus        :     Manihot
Species      :     Manihot utilissima
 


DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R., 2013, Gambaran Status pH dan Volume Saliva pada Pengguna Kontrasepsi Hormonal di Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar, Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Campbell, N.A., Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A.,  Minorsky, P.V., dan Jackson, R.B., 2010, Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Dewi, C., Purwoko, T., dan Pangastuti, A., 2005, Produksi Gula Reduksi oleh Rhizopus oryzae dari Substrat Bekatul, Jurnal Bioteknologi, 2(1): 21-26.

Gandjar, I., Sjamsuridzal, W., dan Oetari, A., 2006, Mikologi: Dasar dan Terapan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Marks, B.D., Marks, A.D., dan Smith, C.M., 2000, Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis, EGC, Jakarta.

Poedjiadi, A., dan Supriyanti, F.M.T, 2007, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.

Susilawati, Nurdjanah, S., dan Putri, D., 2008, Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Ubi Kayu Manihot esculenta Berdasarkan Lokasi Penanaman dan Umur Panen Berbeda, Jurnal Teknologi Industri dan Pertanian, 2(13): 59-72.

Tjitrosoepomo, G., 2013, Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta, UGM-Pres, Yogyakarta.