LAPORAN PRAKTIKUM
BIOKIMIA
PENGARUH pH DAN TEMPERATUR
TERHADAP
AKTIVITAS ENZIM AMILASE
NAMA : DEWI SYAMSURYA
NIM : H411 15 021
HARI/TGL. PERCOBAAN : KAMIS/ 29 SEPTEMBER 2016
KELOMPOK : III (TIGA)
ASISTEN : YULIANTI
LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi atau proses kimia yang
berlangsung dengan baik di dalam tubuh dimungkinkan karena adanya katalis yang
disebut enzim. Tubuh manusia melakukan berbagai macam proses biokimia dan
setiap proses tersebut menggunakan katalis enzim tertentu. Suatu enzim bekerja
secara khas terhadap suatu subtrat tertentu. Kekhasan inilah ciri suatu enzim
yang berbeda dengan katalis lain (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
Kerja enzim dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, dan pH. Pada
suatu konsentrasi subtrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi enzim. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan
konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan
menaikkan kecepatan reaksi. Reaksi yang menggunakan katalis enzim juga dapat
dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah, reaksi kimia berlangsung lambat dan kenaikan
suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Seperti protein pada
umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungan, pH rendah atau pH
tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya denaturasi dan akan mengakibatkan
menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
Berdasarkan hal tersebut maka
dilakukanlah percobaan pengaruh pH dan temperatur terhadap aktivitas enzim
untuk menentukan pH dan temperatur optimum enzim agar dapat bekerja dengan
baik.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan
ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh pH dan temperatur dalam
aktivitas enzim amilase pada penguraian pati.
1.2.2
Tujuan Percobaan
Tujuan
dilakukannya percobaannya ini, yaitu:
1. Menentukan pH optimum untuk aktivitas enzim amilase
dalam mengkatalis pati menjadi glukosa.
2. Menentukan
temperatur optimum untuk aktivitas enzim amilase dalam mengkatalis pati menjadi
glukosa.
1.3 Prinsip Percobaan
1.3.1
Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Menentukan keaktifan
dari enzim amilase berdasarkan waktu penguraian amilum menjadi glukosa pada berbagai
pH dengan penambahan iodin sebagai indikator yang memberi warna biru yang akan
berubah menjadi bening.
1.3.2
Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Menentukan keaktifan
dari enzim amilase berdasarkan waktu penguraian amilum menjadi glukosa pada
berbagai temperatur dengan penambahan iodin sebagai indikator yang memberi
warna biru yang akan berubah menjadi bening.
1.4
Manfaat Percobaan
Percobaan
ini bermanfaat untuk mengetahui pH optimum dan temperatur optimum dari enzim
amilase, serta mengetahui pengaruh dari perbedaan pH dan temperatur terhadap
aktivitas enzim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Enzim
Enzim
adalah makromolekul yang bekerja sebagai katalis, yaitu agen kimiawi yang
mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi oleh reaksi. Jika tidak ada regulasi
oleh enzim, lau lintas kimiawi melalui jalur-jalur metabolisme akan terhambat
karena reaksi kimia akan berlangsung lama (Campbell, dkk., 2010).
Enzim berikatan dengan substrat dan mengarahkannya dengan
tepat untuk bereaksi. Enzim kemudian berpartipsipasi dalam membentuk dan
menguraikan ikatan yang diperlukan untuk membuat produk, membebaskan produk,
dan mengembalikan produk pada keadaan semula setelah reaksi. Enzim
mengkatalisis suatu reaksi biokimia spesifik. Enzim hanya bereaksi dengan satu
set substrat dan mengubah susbtrat tersebut menjadi produk. Kecepatan, spesifitas,
dan kendali pengaturan terhadap reaksi enzim adalah akibat dari urutan
(sekuens) asam amino spesifik yang unik membentuk enzim (Marks, dkk., 2000).
1.2
Enzim
Amilase
Enzim
amilase adalah kelompok enzim yang dapat menghidrolisis pati. Kelompok enzim amilase
salah satunya adalah enzim
-amilase (
-1,4-glucan glucanohydrolase, EC 3.2.1.1)
disebut sebagai endoamilase. Enzim
-amilase menghidroisis
ikatan
-1,4 glukosidik pada
amilosa dan amilopektin (tetapi bukan pada maltose hasil hidrolisis) secara
random untuk menghasilkan dekstrin dan maltosa, selanjutnya produk tersebut
akan dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim glukogenik menjadi glukosa (Gandjar,
dkk., 2006).




Aktivitas enzim amilase
menurun ketika nilai pH medium menjadi semakin asam. Semakin asam nilai pH,
maka semakin banyak enzim yang dapat mengalami denaturasi. Enzim amilase
merupakan enzim ekstraseluler, maka aktivitas enzimatik dipengaruhi oleh nilai
pH. Enzim amilase umumnya stabil pada kisaran nilai pH 5,5-7,0. Aktivitas
optimum umumnya terjadi pada nilai pH 4,8-6,5. Nilai pH optimum aktivitas enzim
berbeda-beda tergantung organisme penghasil enzimnya (Dewi, dkk., 2005).
1.3
Aktivitas
Enzim
Enzim
mengkatalisis reaksi dengan cara menurunkan penghalang energi aktivasi (EA),
memungkinkan molekul-molekul reaktan meyerap cukup energi untuk mencapai
kondisi transisi. Enzim tidak mengubah energi bebas (
G) untuk suatu reaksi.
Enzim tidak dapat mengubah reaksi endorgenik menjadi eksorgenik. Enzim hanya
dapat mempercepat reaksi yang memungkinkan sel metabolisme yang dinamis, mengarahkan
zat-zat kimia dengan mulus melaui jalur metabolik sel. Selain itu, karena enzim
bersifat spesifik bagi reaksi yang dikatalisnya, enzim menentukan proses
kimiawi mana yang akan berlangsung dalam sel pada suatu waktu tertentu
(Campbell, dkk., 2010).

Enzim
dapat mengenali substrat spesifiknya, bahkan senyawa-senyawa yang berikatan
dekat, misalnya isomer. Kespesifikan enzim diakibatkan oleh bentuknya yang
merupakan konsekuensi dari sekuens asam aminonya. Hanya satu wilayah terbatas
dari molekul enzim yang sungguh-sungguh berikatan dengan substrat. Wilayah ini
disebut sisi aktif, biasanya merupakan kantong atau lekukan di permukaan
protein tempat terjadinya katalisis. Pada sebagian besar reaksi enzimatik,
susbtrat ditahan pada situs aktif oleh interaksi lemah, misalnya ikatan hidrogen
dan ikatan ionik. Gugus R pada sejumlah kecil asam amino menyusun sisi aktif
mengkatalisis pengubahan subtrat menjadi produk dan produk meninggalkan sisi
aktif. Enzim kemudian bebas untuk mengambil molekul subtrat lain ke dalam situs
aktifnya (Campbell, dkk., 2010).
1.4
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Enzim
merupakan katalis untuk proses biokimia yang terjadi di dalam sel maupun di
luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011,
lebih cepat dari reaksi yang tanpa menggunakan katalis. Katalisis terjadi hanya
jika enzim dan substrat membentuk suatu kompleks. Laju reaksi tergantung pada
jumlah enzim dan substrat yang berhasil membentuk kompleks. Pada suatu
konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya
konsentrasi enzim (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi
enzim yang tetap, maka penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan
reaksi. Pada suatu batas konsentrasi subtrat tertentu, semua bagian aktif dari
enzim telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh dengan substrat sehingga
walaupun diberikan konsentrasi substrat yang besar, jumlah hasil reaksi tidak
akan menyebabkan besarnya kecepatan reaksi (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan yang umum, seperti pH dan suhu. Setiap enzim bekerja lebih baik pada
kondisi optimal. Kondisi optimal akan mendukung bentuk paling aktif dari
molekul enzim tersebut. Laju enzimatik akan meningkat bersama dengan
peningkatan suhu sampai pada suatu titik tertentu. Setiap enzim memiliki suhu
optimal, yaitu suhu saat laju reaksinya paling tinggi. Sebagian besar enzim
manusia memiliki suhu optimal berkisar 35 oC-45
oC. Bakteri termofilik yang
hidup di air panas memiliki enzim dengan suhu optimal 70 oC (Campbell, dkk., 2010).
Setiap enzim memilki
suatu pH optimal. Nilai pH otpimal bagi sebagian besar enzim berada pada
kisaran pH 6-8, seperti enzim tripsin yang terdapat di lingkungan basa pada
usus manusia memilki pH optimal 8. Namun ada beberapa pengecualiaan, misalnya pada
enzim pencernaan dalam lambung manusia, yaitu enzim pepsin bekerja paling baik
pada pH 2 (Campbell, dkk., 2010).
Banyak enzim yang membutuhkan penolong nonprotein untuk
melaksanakan aktivitas katalitik. Tambahan-tambahan ini disebut kofaktor, dapat
berikatan erat dengan enzim atau mungkin berikatan longgar. Kofaktor untuk beberapa
enzim bersifat anorganik, misalnya logam seng, besi, tembaga, dan dalam bentuk
ion. Kofaktor melaksanakan fungsi yang krusial dalam katalisis (Campbell, dkk.,
2010).
Zat-zat kimia tertentu secara selektif menghambat kerja
dari enzim spesifik. Jika penghambat (inhibitor) melekat ke enzim melalui
ikatan kovalen, penghambatan (inhibisi) yang terjadi biasanya bersifat tidak
dapat balik (irreversible). Inhibitor
kompetitif, menurunkan produktivitas enzim dengan cara menghalangi subtrat
memasuki sisi aktif. Inhibitor nonkompetitif tidak berkompetisi secara langsung
dengan substrat untuk berikatan dengan situs aktif enzim. Inhibitor jenis ini
mengganggu reaksi anzimatik dengan cara berikatan dengan bagian lain dari
enzim. Interaksi ini menyebabkan molekul enzim berubah sehingga sisi aktif
menjadi kurang efektif mengkatalisis pengubahan substrat menjadi produk
(Campbell, dkk., 2010).
1.5
Saliva
Saliva berbentuk kental, jernih, dan
merupakan cairan yang disekresikan dari glandula parotid, submaksila,
sublingual dan kelenjar mukus kecil lainnya pada mulut. Saliva dihasilkan oleh
kelenjar liur yang disekresikan kedalam rongga mulut dan disebarkan dari
peredaran darah melalui celah antara permukaan gigi dan gusi yang disebut
sulkus gingivalis. Kelenjar liur berada di bawah pengaruh sistem saraf otonom
yang menerima rangsangan baik simpatik maupun parasimpatik. Rangsangan simpatik
pada kelenjar submandibular dan sublingual menyebabkan sekresi liur bersifat
kental, sedangkan rangsangan parasimpatik menyebabkan sekresi encer (Amalia,
2013).
1.6 Pati
Pati
adalah senyawa cadangan di dalam tumbuhan. Pati alami terdiri dari dua senyawa
yang dapat dipisahkan, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa terdiri dari
rantai panjang unit-unit glukosa yang tidak bercabang dan saling berikatan
melalui ikatan
-(1,4), sedangkan
amilopektin terdiri dari rantai glukosa yang bercabang pada ikatan
-(1,4) dan
-(1,6) (Gandjar, dkk.,
2006).



Ubi kayu Manihot
esculenta dijadikan bahan dasar pada
industri makanan seperti sumber utama pembuatan pati. Karakterisasi sifat fisik
dan kimia ubi kayu ditentukan olah sifat pati. Kadar pati ubi kayu dipengaruhi
oleh umur panen. Semakin lama umur panen ubi kayu, maka semakin tinggi kadar
pati ubi kayu yang dihasilkan. Penurunan kadar pati ubi kayu diakibatkan meningkatnya
komponen-komponen nonpati seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin. Peningkatan
komponen-komponen nonpati tersebut disebabkan terjadinya degradasi komponen nonpati
dan penurunan kadar pati (Susilawati, dkk., 2008).
Menurut
Gembong (2013), klasifikasi tanaman ubi kayu Manihot utilissima adalah sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Diviso : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Species : Manihot
utilissima
DAFTAR PUSTAKA
Amalia,
R., 2013, Gambaran Status pH dan Volume Saliva pada
Pengguna Kontrasepsi Hormonal di Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar, Skripsi, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Campbell, N.A.,
Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A., Minorsky, P.V., dan Jackson, R.B., 2010, Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1,
Erlangga, Jakarta.
Dewi, C.,
Purwoko, T., dan Pangastuti, A., 2005, Produksi
Gula Reduksi oleh Rhizopus oryzae dari Substrat Bekatul, Jurnal Bioteknologi, 2(1): 21-26.
Gandjar, I.,
Sjamsuridzal, W., dan Oetari, A., 2006, Mikologi:
Dasar dan Terapan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Marks, B.D., Marks,
A.D., dan Smith, C.M., 2000, Biokimia
Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis, EGC, Jakarta.
Poedjiadi, A.,
dan Supriyanti, F.M.T, 2007, Dasar-dasar
Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Susilawati,
Nurdjanah, S., dan Putri, D., 2008, Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Ubi Kayu Manihot esculenta
Berdasarkan Lokasi Penanaman dan Umur Panen Berbeda, Jurnal Teknologi Industri dan Pertanian, 2(13): 59-72.
Tjitrosoepomo,
G., 2013, Taksonomi Tumbuhan
Spermatophyta, UGM-Pres, Yogyakarta.