Minggu, 30 April 2017

MIKROTEKNIK TUMBUHAN-MASERASI



LAPORAN PRAKTIKUM           
MIKROTEKNIK
PERCOBAAN VII
MASERASI EKSTRAKSI

NAMA                 : DEWI SYAMSURYA
NIM                  : H411 15 021
KELOMPOK             : II (DUA)
HARI/TGL. PERCOBAAN : JUM’AT/24 FEBRUARI 2017
ASISTEN              : DEWINTA NUR ALVIONITA                


logo baru unhas
 















LABORATORIUM BOTANI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017



BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
     Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan zat terlarut dengan pelarutnya berdasarkan titik didih pelarut. Salah satu metode ekstraksi yang biasa digunakan adalah maserasi (Damanik, dkk., 2014).
Salah satu metode ekstraksi yang biasanya digunakan adalah maserasi. Maserasi terlibat dalam perendaman bahan (kasar atau bubuk) dalam wadah bertutup dengan pelarut dan didiamkan pada suhu kamar untuk jangka waktu minimum 3 hari. Maserasi secara luas digunakan dalam penelitian tanaman obat (Azwanida, 2015).
Salah satu tanaman obat yang dikenal oleh masyarakat adalah sirih hijau (Piper betle L.) yang termasuk dalam kelompok tanaman obat yang mencapai lebih dari 1000 jenis (Syahrinastiti, dkk., 2015).
Menurut Penelope Oldy, penulis buku Handbook of Over The Counter Herbal Medicine, daun sirih bersifat astringen, diuretik, anti peradangan, dan memperbaiki sirkulasi darah (Moeljanto dan Mulyono, 2003).  
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah percobaan ini untuk memperoleh ekstrak dari daun sirih Piper betle melalui metode maserasi ekstraksi.
I.2 Tujuan Percobaan
     Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan ekstraksi suatu sampel menggunakan metode maserasi.

I.3 Waktu dan Tempat
     Percobaan ini dilakukan pada hari Jum’at, 24 Februari 2017 sampai Rabu, 01 Maret 2017. Bertempat di Laboratorium Botani, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan zat terlarut dengan pelarutnya berdasarkan titik didih pelarut. Metode ekstraksi terbagi atas dua cara, yaitu maserasi dan soxhletasi. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simpilisia yang digunakan dihaluskan berupa serbuk kasar dan dilarutkan dengan bahan pengekstraksi. Soxhletasi merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dalam sebuah alat yang disebut soxhlet dengan pelarut polar berdasarkan titik didihnya (Damanik, dkk., 2014).
Maserasi secara luas digunakan dalam penelitian tanaman obat. Maserasi terlibat perendaman bahan (kasar atau bubuk) dalam wadah bertutup dengan pelarut dan didiamkan pada suhu kamar untuk jangka waktu minimum 3 hari. Proses perendamaan bertujuan untuk melunakkan dan memecahkan dinding sel tanaman. Setelah 3 hari, campuran dilakukan penyaringan. Pelarut yang digunakan dalam proses perendaman pada metode maserasi memainkan peran penting. Pilihan pelarut akan menentukan jenis senyawa diekstraksi dari sampel (Azwanida, 2015).
Pelarut pilihan utama untuk mengekstraksi metabolit sekunder yang belum diketahui dan untuk tujuan skrining adalah metanol, etanol 70%, dan etanol 96%. Ketiga pelarut ini memilki daya ekstraksi yang luas sehingga metabolit sekunder tersari dalam tiga kali maserasi. Jika tujuannya untuk mengisolasi dan memurnikan senyawa, maka pelarut organik lain yang digunakan, yaitu butanol, etil asetat, kloroform, aseton, atau heksana (Saifudin, 2014).
Pemilihan pelarut pada proses ekstraksi dilakukan karena pelarut mampu melarutkan senyawa yang akan diekstrak, mudah dipisahkan dan dimurnikan kembali. Selain pemilihan pelarut, suhu ekstraksi juga perlu diperhatikan. Suhu ekstraksi yang terbaik dilakukan adalah kisaran 20C-80C, tetapi suhu yang digunakan harus dibawah titik didih pelarut yang digunakan (Damanik, dkk., 2014).
Teori menyatakan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi, maka penetrasi pelarut makin mudah masuk ke dalam bahan sehingga ekstrak dari sampel yang terekstrak semakin banyak (Putra, dkk., 2014).
     Selain maserasi dan soxhletasi, ekstraksi juga dapat dilakukan secara refluks. Refluks dikerjakan pada kondisi panas diskontinyu. Keuntungan refluks dibandingkan sokletasi yakni pelarut yang digunakan lebih sedikit dan waktu ekstraksi lebih singkat dibandingkan dengan maserasi (Putra, dkk., 2014).
Ekstrak adalah material hasil penarikan oleh air atau pelarut organik dari bahan kering (dikeringkan). Hasil penyarian tersebut kemudian dihilangkan dengan cara penguapan menggunakan alat evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental jika pelarutnya organik. Jika pelarutnya air, pada tahap akhir dilakukan penghilangan total dengan cara liofilisasi menggunakan alat freeze dryer atau water bath dengan temperatur kurang dari 60C. Hasil dari lifiolisasi akan berupa serbuk (Saifudin, 2014). 
Proses awal pembuatan ekstrak adalah pembuatan serbuk simplisia. Simplisia dibuat serbuk sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal, yaitu semakin halus serbuk simplisia proses ekstraksi semakin aktif (Istiqomah, 2013).
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun. Umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia merupakan bahan baku pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral (Istiqomah, 2013)
     Simplisia nabati berupa tanaman utuh, bagian tertentu tanaman, dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dikeluarkan dengan cara tertentu. Eksudet tanaman juga dapat diartikan sebagai zat yang dipisahkan dari tanaman dengan cara tertentu yang belum berupa zat kimia murni (Istiqomah, 2013)
     Simplisia hewani adalah simplisia hewan utuh, bagian tertentu hewan atau zat yang belum berupa zat kimia murni. Adapun simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari hasil bumi, baik yang sudah diolah atau belum yang tidak berupa zat kimia murni (Istiqomah, 2013).
Pengelolan simplisia sebagai bahan baku pembuatan ekstrak pada umumnya melalui tahapan-tahapan berikut (Istiqomah, 2013):
1. Sortasi basah, hal ini dilakukan untuk memisahkan kotoran atau  bahan lainnya dari bahan simplisia.
2. Pencucian, untuk menghilangkan tanah atau kotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia menggunakan air yang mengalir.
3. Perajangan, dilakukan pada beberepa jenis bahan untuk membantu proses pengeringan. Semakin tipis atau kecil ukuran bahan yang akan dikeringkan, maka semakin cepat penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi, irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilang zat berkhasiat yang mudah menguap sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa.
4. Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak dan tahan lama. Pengeringan akan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik. Proses pengeringan dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel apabila kadar airnya dapat mencapai kurang dari 10%. Adapun air yang masih tersisa dalam kadar tertentu dalam simplisia dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan mikroorganisme lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan. Suhu optimum pada pengeringan adalah tidak lebih dari 60C, akan tetapi bahan aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu rendah, misalnya 30C-45C. Pengeringan dapat dilakukan secara alamiah menggunakan sinar matahari atau diangin-anginkan dan secara buatan menggunakan alat pengering buatan.
5. Sortasi kering, bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing, bagian tanaman yang tidak diinginkan atau kotoran-kotoran yang masih tertinggal pada bahan simpisia kering. Sortasi sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.
6. Penyimpanan, setelah sortasi kering maka simplisia ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur dengan simplisia yang lainnya, kemudian disimpan dalam rak penyimpanan. Wadah yang digunakan haruslah inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan aktif serta dari pengaruh cahaya, oksigen, dan uap air.
Ekstrak berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi empat jenis, yaitu ekstrak encer, ekstrak kental, ekstrak kering, dan ekstrak cair. Pembuatan ekstrak melalui tahap-tahap berikut (Istiqomah, 2013), yaitu: 
1. Pembasahan
Pembasahan serbuk dilakukan pada penyarian. Cairan penyari memasuki pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyari selanjutnya.
2. Penyari
Cairan penyari yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah penyari yang baik untuk senyawa yang berkhasiat atau aktif. Penyari tersebut dapat dipisahkan dari bahan atau senyawa kandungan lainnya.
3. Pemisahan dan pemurnian
Tujuan tahap ini adalah menghilangkan (memisahkan) yang tidak diinginkan tanpa mempengaruhi kandungan senyawa yang diinginkan sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahap ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi, absorbsi, dan penukar ion.
4. Pemekatan atau penguapan
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solut (senyawa terlarut) denga cara penguapan pelarut, tetapi tidak sampai menjadi kering dan ekstrak dihasilkan menjadi kental atau pekat.   
     Setelah tahap ekstrak, dilakukan pengeringan. Ada beberapa metode pengeringan (Saifudin, 2014), yaitu:
1. Diuapkan di atas water bath (penguapan), baik sistem terbuka maupun tertutup.
2. Diuapkan dengan rotaroy evaporator, digunakan untuk semua pelarut organik, tidak cocok untuk bahan berair. Air membutuhkan waktu penguapan yang sangat lama.
3. Liofilisasi (freeze dryer), digunakan untuk bahan yang berair, tidak untuk pelarut organik.
     Tanaman obat menduduki posisi penting karena menjadi sumber penting dari penemuan obat. Senyawa bioaktif terdapat banyak pada spesies tanaman di bumi. Piper betle L. adalah salah satu tanaman obat yang digunakan dalam obat-obatan sebagai hepatoprotektif, analgesik, antispasmodik, antidiabetes, antivirus, dan antibakteri (Shah, dkk., 2016).
     Sirih termasuk tanaman sulur-suluran atau merambat. Bagian tanaman yang biasanya dimanfaatkan adalah daunnya. Menurut Penelope Oldy, penulis buku Handbook of Over The Counter Herbal Medicine, daun sirih bersifat astringen, diuretik, anti peradangan, dan memperbaiki sirkulasi darah. Esktraknya juga dapat digunakan, baik secara internal maupun ekstrnal untuk varises serta mencegah dan menyembuhkan radang gusi dan radang tenggorokan (Moeljanto dan Mulyono, 2003).  
     Pemakaian daun sirih untuk tanaman obat disebabkan adanya minyak atsiri yang dikandungnya. Prof. J. F Eykman, Seorang ahli kimia pada tahun 1885 melakukan upaya pemisahan minyak atsiri dari daun sirih. Setelah dipisahkan, ternyata sepertiga dari minyak atsiri terdiri dari fenol dan sebagian besar adalah kavikol. Kavikol ini yang memberikan bau khas daun sirih dan memilki daya pembunuh bakteri lima kali lipat dari fenol biasa (Moeljanto dan Mulyono, 2003).
     Fenol dapat  menghambat aktivitas bakteri dengan menghambat proses pembentukan dinding sel atau dengan melisiskan dinding sel yang sudah terbentuk. Mekanisme antibakteri pada proses penghambatan pertumbuhan bakteri dapat dilakukan dari ekstrak daun sirih hijau. Ekstrak daun sirih dengan pelarut etanol mempunyai aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri gram positif dan gram negatif yang salah satunya adalah Escherichia coli (Syahrinastiti, dkk., 2015).
      Hasil ekstraksi daun sirih hijau berupa ekstrak berwarna hijau pekat dan kehitaman, berbentuk cairan kental dan memiliki aroma yang kuat. Ekstrak berwarna hijau tua karena di dalam ekstrak masih mengandung klorofil dari daun sirih hijau. Aroma ekstrak daun sirih hijau dikarenakan kandungan minyak atsiri. Daun sirih hijau yang diekstrak dengan pelarut etanol 80% dapat menghasilkan ekstrak yang mengandung senyawa fenol lebih tinggi daripada pelarut air. Ekstrak etanol daun sirih hijau lebih efektif daripada diekstrak dengan pelarut air dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Putri, dkk., 2012).
     Penggunan daun sirih tidak hanya dimanfaatkan sebagai obat tradisional, namun dalam penggunaan obat modern pula. Penggunaan daun sirih dalam obat modern adalah ekstraknya yang berfungsi sebagai tonik yang baik untuk pengobatan nyeri saraf dan kelelahan saraf, tonik untuk otak, jantung, dan hati. Selain itu, memegang enzim seperti diastase dan katalase serta banyak kandungan asam amino esensial, kecuali lisin, histidin, dan arginin (Dwivedi dan Salini, 2014).
     Klasifikasi dari tanaman sirih hijau adalah sebagi berikut (Tjitrosoepomo, 2013).
Regnum     : Plantae
Divisio    : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis    : Dicotyledoneae
Ordo       : Piperales
Familia    : Piperaceae
Genus      : Piper
Species    : Piper betle
Gambar 1. Piper betle
Sumber: Review study on potential activity of Piper betle, Dwivedi dan Shalini, 2014
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan zat terlarut dengan pelarutnya berdasarkan titik didih pelarut. Metode ekstraksi terbagi atas dua cara, yaitu maserasi dan soxhletasi. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simpilisia yang digunakan dihaluskan berupa serbuk kasar dan dilarutkan dengan bahan pengekstraksi. Soxhletasi merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dalam sebuah alat yang disebut soxhlet dengan pelarut polar berdasarkan titik didihnya (Damanik, dkk., 2014).
Maserasi secara luas digunakan dalam penelitian tanaman obat. Maserasi terlibat perendaman bahan (kasar atau bubuk) dalam wadah bertutup dengan pelarut dan didiamkan pada suhu kamar untuk jangka waktu minimum 3 hari. Proses perendamaan bertujuan untuk melunakkan dan memecahkan dinding sel tanaman. Setelah 3 hari, campuran dilakukan penyaringan. Pelarut yang digunakan dalam proses perendaman pada metode maserasi memainkan peran penting. Pilihan pelarut akan menentukan jenis senyawa diekstraksi dari sampel (Azwanida, 2015).
Pelarut pilihan utama untuk mengekstraksi metabolit sekunder yang belum diketahui dan untuk tujuan skrining adalah metanol, etanol 70%, dan etanol 96%. Ketiga pelarut ini memilki daya ekstraksi yang luas sehingga metabolit sekunder tersari dalam tiga kali maserasi. Jika tujuannya untuk mengisolasi dan memurnikan senyawa, maka pelarut organik lain yang digunakan, yaitu butanol, etil asetat, kloroform, aseton, atau heksana (Saifudin, 2014).
Pemilihan pelarut pada proses ekstraksi dilakukan karena pelarut mampu melarutkan senyawa yang akan diekstrak, mudah dipisahkan dan dimurnikan kembali. Selain pemilihan pelarut, suhu ekstraksi juga perlu diperhatikan. Suhu ekstraksi yang terbaik dilakukan adalah kisaran 20C-80C, tetapi suhu yang digunakan harus dibawah titik didih pelarut yang digunakan (Damanik, dkk., 2014).
Teori menyatakan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi, maka penetrasi pelarut makin mudah masuk ke dalam bahan sehingga ekstrak dari sampel yang terekstrak semakin banyak (Putra, dkk., 2014).
     Selain maserasi dan soxhletasi, ekstraksi juga dapat dilakukan secara refluks. Refluks dikerjakan pada kondisi panas diskontinyu. Keuntungan refluks dibandingkan sokletasi yakni pelarut yang digunakan lebih sedikit dan waktu ekstraksi lebih singkat dibandingkan dengan maserasi (Putra, dkk., 2014).
Ekstrak adalah material hasil penarikan oleh air atau pelarut organik dari bahan kering (dikeringkan). Hasil penyarian tersebut kemudian dihilangkan dengan cara penguapan menggunakan alat evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental jika pelarutnya organik. Jika pelarutnya air, pada tahap akhir dilakukan penghilangan total dengan cara liofilisasi menggunakan alat freeze dryer atau water bath dengan temperatur kurang dari 60C. Hasil dari lifiolisasi akan berupa serbuk (Saifudin, 2014). 
Proses awal pembuatan ekstrak adalah pembuatan serbuk simplisia. Simplisia dibuat serbuk sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal, yaitu semakin halus serbuk simplisia proses ekstraksi semakin aktif (Istiqomah, 2013).
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun. Umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia merupakan bahan baku pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral (Istiqomah, 2013)
     Simplisia nabati berupa tanaman utuh, bagian tertentu tanaman, dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dikeluarkan dengan cara tertentu. Eksudet tanaman juga dapat diartikan sebagai zat yang dipisahkan dari tanaman dengan cara tertentu yang belum berupa zat kimia murni (Istiqomah, 2013)
     Simplisia hewani adalah simplisia hewan utuh, bagian tertentu hewan atau zat yang belum berupa zat kimia murni. Adapun simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari hasil bumi, baik yang sudah diolah atau belum yang tidak berupa zat kimia murni (Istiqomah, 2013).
Pengelolan simplisia sebagai bahan baku pembuatan ekstrak pada umumnya melalui tahapan-tahapan berikut (Istiqomah, 2013):
1. Sortasi basah, hal ini dilakukan untuk memisahkan kotoran atau  bahan lainnya dari bahan simplisia.
2. Pencucian, untuk menghilangkan tanah atau kotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia menggunakan air yang mengalir.
3. Perajangan, dilakukan pada beberepa jenis bahan untuk membantu proses pengeringan. Semakin tipis atau kecil ukuran bahan yang akan dikeringkan, maka semakin cepat penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi, irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilang zat berkhasiat yang mudah menguap sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa.
4. Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak dan tahan lama. Pengeringan akan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik. Proses pengeringan dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel apabila kadar airnya dapat mencapai kurang dari 10%. Adapun air yang masih tersisa dalam kadar tertentu dalam simplisia dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan mikroorganisme lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan. Suhu optimum pada pengeringan adalah tidak lebih dari 60C, akan tetapi bahan aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu rendah, misalnya 30C-45C. Pengeringan dapat dilakukan secara alamiah menggunakan sinar matahari atau diangin-anginkan dan secara buatan menggunakan alat pengering buatan.
5. Sortasi kering, bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing, bagian tanaman yang tidak diinginkan atau kotoran-kotoran yang masih tertinggal pada bahan simpisia kering. Sortasi sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.
6. Penyimpanan, setelah sortasi kering maka simplisia ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur dengan simplisia yang lainnya, kemudian disimpan dalam rak penyimpanan. Wadah yang digunakan haruslah inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan aktif serta dari pengaruh cahaya, oksigen, dan uap air.
Ekstrak berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi empat jenis, yaitu ekstrak encer, ekstrak kental, ekstrak kering, dan ekstrak cair. Pembuatan ekstrak melalui tahap-tahap berikut (Istiqomah, 2013), yaitu: 
1. Pembasahan
Pembasahan serbuk dilakukan pada penyarian. Cairan penyari memasuki pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyari selanjutnya.
2. Penyari
Cairan penyari yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah penyari yang baik untuk senyawa yang berkhasiat atau aktif. Penyari tersebut dapat dipisahkan dari bahan atau senyawa kandungan lainnya.
3. Pemisahan dan pemurnian
Tujuan tahap ini adalah menghilangkan (memisahkan) yang tidak diinginkan tanpa mempengaruhi kandungan senyawa yang diinginkan sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahap ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi, absorbsi, dan penukar ion.
4. Pemekatan atau penguapan
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solut (senyawa terlarut) denga cara penguapan pelarut, tetapi tidak sampai menjadi kering dan ekstrak dihasilkan menjadi kental atau pekat.   
     Setelah tahap ekstrak, dilakukan pengeringan. Ada beberapa metode pengeringan (Saifudin, 2014), yaitu:
1. Diuapkan di atas water bath (penguapan), baik sistem terbuka maupun tertutup.
2. Diuapkan dengan rotaroy evaporator, digunakan untuk semua pelarut organik, tidak cocok untuk bahan berair. Air membutuhkan waktu penguapan yang sangat lama.
3. Liofilisasi (freeze dryer), digunakan untuk bahan yang berair, tidak untuk pelarut organik.
     Tanaman obat menduduki posisi penting karena menjadi sumber penting dari penemuan obat. Senyawa bioaktif terdapat banyak pada spesies tanaman di bumi. Piper betle L. adalah salah satu tanaman obat yang digunakan dalam obat-obatan sebagai hepatoprotektif, analgesik, antispasmodik, antidiabetes, antivirus, dan antibakteri (Shah, dkk., 2016).
     Sirih termasuk tanaman sulur-suluran atau merambat. Bagian tanaman yang biasanya dimanfaatkan adalah daunnya. Menurut Penelope Oldy, penulis buku Handbook of Over The Counter Herbal Medicine, daun sirih bersifat astringen, diuretik, anti peradangan, dan memperbaiki sirkulasi darah. Esktraknya juga dapat digunakan, baik secara internal maupun ekstrnal untuk varises serta mencegah dan menyembuhkan radang gusi dan radang tenggorokan (Moeljanto dan Mulyono, 2003).  
     Pemakaian daun sirih untuk tanaman obat disebabkan adanya minyak atsiri yang dikandungnya. Prof. J. F Eykman, Seorang ahli kimia pada tahun 1885 melakukan upaya pemisahan minyak atsiri dari daun sirih. Setelah dipisahkan, ternyata sepertiga dari minyak atsiri terdiri dari fenol dan sebagian besar adalah kavikol. Kavikol ini yang memberikan bau khas daun sirih dan memilki daya pembunuh bakteri lima kali lipat dari fenol biasa (Moeljanto dan Mulyono, 2003).
     Fenol dapat  menghambat aktivitas bakteri dengan menghambat proses pembentukan dinding sel atau dengan melisiskan dinding sel yang sudah terbentuk. Mekanisme antibakteri pada proses penghambatan pertumbuhan bakteri dapat dilakukan dari ekstrak daun sirih hijau. Ekstrak daun sirih dengan pelarut etanol mempunyai aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri gram positif dan gram negatif yang salah satunya adalah Escherichia coli (Syahrinastiti, dkk., 2015).
      Hasil ekstraksi daun sirih hijau berupa ekstrak berwarna hijau pekat dan kehitaman, berbentuk cairan kental dan memiliki aroma yang kuat. Ekstrak berwarna hijau tua karena di dalam ekstrak masih mengandung klorofil dari daun sirih hijau. Aroma ekstrak daun sirih hijau dikarenakan kandungan minyak atsiri. Daun sirih hijau yang diekstrak dengan pelarut etanol 80% dapat menghasilkan ekstrak yang mengandung senyawa fenol lebih tinggi daripada pelarut air. Ekstrak etanol daun sirih hijau lebih efektif daripada diekstrak dengan pelarut air dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Putri, dkk., 2012).
     Penggunan daun sirih tidak hanya dimanfaatkan sebagai obat tradisional, namun dalam penggunaan obat modern pula. Penggunaan daun sirih dalam obat modern adalah ekstraknya yang berfungsi sebagai tonik yang baik untuk pengobatan nyeri saraf dan kelelahan saraf, tonik untuk otak, jantung, dan hati. Selain itu, memegang enzim seperti diastase dan katalase serta banyak kandungan asam amino esensial, kecuali lisin, histidin, dan arginin (Dwivedi dan Salini, 2014).
     Klasifikasi dari tanaman sirih hijau adalah sebagi berikut (Tjitrosoepomo, 2013).
Regnum     : Plantae
Divisio    : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis    : Dicotyledoneae
Ordo       : Piperales
Familia    : Piperaceae
Genus      : Piper
Species    : Piper betle
Gambar 1. Piper betle
Sumber: Review study on potential activity of Piper betle, Dwivedi dan Shalini, 2014


BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
     Alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu sendok tanduk, gelas ukur, timbangan kue, batang pengaduk, blender, toples, dan sarung tangan (hand sconn).

III.2 Bahan

     Bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu daun sirih Piper betle, etanol 96 %, kertas saring, cling wrap, dan tissue roll.

III.3 Cara Kerja

     Cara kerja dari percobaan ini, yaitu:
1.    Daun sirih Piper betle dikeringkan dengan bantuan sinar matahari atau alat pengering, seperti oven.
2.    Dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
3.    Daun sirih dihaluskan menggunakan blender dengan kehalusan tertentu hingga diperoleh serbuk.
4.    Serbuk daun sirih diayak menggunakan ayakan tepung.
5.    Daun sirih ditimbang sebanyak 100 gram menggunakan timbangan kue.
6.    Dimasukkan serbuk daun sirih yang sudah ditimbang ke dalam toples.
7.    Ditambahkan pelarut etanol 96 % sebanyak 300 mL.
8.    Diaduk campuran serbuk daun sirih dengan pelarut tadi hingga bahan terendam sempurna.
9.    Toples ditutup dan dilekatkan cling wrap pada bagian luar penutup toples.
10.  Diberi label yang bertuliskan waktu pengamatan.
11.  Didiamkan 24 jam selama 3 hari.
12.  Pengamatan hari kedua, daun sirih disaring menggunakan kertas saring dan filtratnya dimasukkan ke dalam botol.
13.  Pengamatan hari ketiga, dilakukan hal yang sama seperti pada hari kedua.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1 Gambar Hasil Pengamatan         
serbuk sari 
 Gambar 2. Serbuk simplisia   Gambar 3. Hasil maserasi


IV.2 Pembahasan
     Maserasi terlibat perendaman bahan (kasar atau bubuk) dalam wadah bertutup dengan pelarut dan didiamkan pada suhu kamar untuk jangka waktu minimum 3 hari. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simpilisia yang digunakan dihaluskan berupa serbuk kasar dan dilarutkan dengan bahan pengekstraksi.
     Pada percobaan ini, yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan daun sirih Piper betle. Pengeringan dilakukan dengan bantuan sinar matahari atau alat pengering, seperti oven. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam daun sirih sehingga mudah untuk diekstrak atau penghancuran. Daun sirih yang sudah kering kemudian dihaluskan menggunakan blender dengan kehalusan tertentu sehingga berbentuk serbuk. Serbuk daun sirih kemudian diayak menggunakan saringan tepung untuk memisahkannya dari kotoran-kotoran yang masih tertinggal pada bahan.
Setelah diayak, kemudian ditimbang menggunakan timbangan kue sebanyak 100 gram. Perbandingan bahan dengan pelarut adalah 3:1, serbuk daun sirih lalu dimasukkan ke dalam toples dan ditambahkan pelarut etanol 96 %. Etanol termasuk pelarut polar. Pelarut ini diharapkan dapat menarik zat-zat aktif yang juga bersifat polar. Etanol dapat memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut dan tidak mengakibatkan pembengkakan membran sel.
Kemudian, campuran serbuk daun sirih dan pelarut tersebut diaduk hingga bahan seluruhnya terendam oleh pelarut. Hasil dari proses perendaman ini, yaitu cairan akan menembus dinding sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan diluar sel sehingga larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terus berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. 
     Keuntungan metode maserasi adalah pengerjaannya sederhana untuk dilakukan dan alat-alat yang digunakan mudah didapatkan. Adapun kerugiaan dari metode ini adalah pengerjaannya yang lama karena alat-alat yang digunakan cukup sederhana. Selain itu, penyariannya juga kurang sempurna karena tidak semua sari terekstraksi. Cairan penyari yang dipakai biasanya berupa air, etanol, atau pelarut organik lainnya. Pilihan pelarut akan menentukan jenis senyawa diekstraksi dari bahan.
 


BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa ekstraksi daun sirih dengan metode maserasi menghasilkan zat-zat aktif terlarut selama perendaman. Hal ini ditandai dengan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel sehingga larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa tersebut terus berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
 
V.2 Saran
     Sebaiknya alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum dilengkapi. Praktikan juga harus lebih aktif dan serius melakukan praktikum agar memahami percobaan yang dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA

Azwanida, 2015. A Review on the Extraction Methods Use in Medicinal Plants, Principle, Strength and Limitation. Journal Medicinal and Aromatic Plants. 4(3): 1-6.

Damanik, D. D. P., N.Surbakti dan R.Hasibuan, 2014. Ekstraksi Katekin dari Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) dengan Metode Maserasi. Jurnal Teknik Kimia. 3(2): 10-14.

Dwivedi, V dan S.Tripathi, 2014. Review study on potential activity of Piper betle, Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 3(4): 93-98.

Istiqomah, 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa Piperis rectofructi fructus. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Moeljanto, R. D dan Mulyono, 2003. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih Obat Mujarab dari Masa ke Masa. Agromedia Pustaka, Tangerang.

Putra, A. A. B., N. W.Bogoriani, D.P.Diantariani dan N.L.U.Sumadewi, 2014. Ekstraksi Zat Warna Alam dari Bonggol Tanaman Pisang (Musa paradisiacal L.) dengan Metode Maserasi, Refluks, dan Sokletasi. Jurnal Kimia. 8(1):113-119.

Putri, P. H., Wignyanto dan N.Mayang, 2012. Hasil Ekstraksi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) sebagai Pengawet Alami pada Bakso Sapi. Jurnal Pertanian. 2(1): 1-10.

Saifudin, A., 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Deepublish, Yogyakarta.

Shah, G. A., T.T.Shah dan S.Telang, 2016. Anti-Proliferative Efficacy of Piper betle Leaf Extracts Against B16F10 Melanoma in An In-Vivo Experimental Model. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 5(6): 835-843.
Syahrinastiti, T. A., A.Djamal dan L.Irawati, 2015. Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dan Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz dan Pav) terhadap Pertumbuhan Escherichia coli. Jurnal Kesehatan Andalas.  4(2): 421-424.

Tjitrosoepomo, G., 2013. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Univeristas Gajah Mada Press, Yogyakarta.